“Edelweiss”

Langit tertutup gumpalan awan hitam, gelap pekat, sebentar lagi mungkin akan turun hujan.  Adel duduk termangu di sofa memandangi selembar foto lama. Foto itu tidak sengaja ia temukan di celah buku diarynya, saat membereskan kamar. Ia telusuri foto tersebut dengan ujung jemari, mengingat kembali segala sesuatu yang telah terbagi diantara mereka berdua yang sedang berpose. Al, ke dua tangannya memeluk Adel, masih berkostum basket, hasil pertandingan class meeting antar kelas yang diadakan setiap usai semester. Dan adel, tersenyum seadanya, tidak tau mau berpose seperti apa karna difoto mendadak. April yang mengambil gambar mereka berdua, dimana saat mereka masih bersama-sama, tepatnya 5 tahun yang lalu.
Benar ternyata tebakannya, air dari langit mulai turun membasahi bumi, perlahan, teratur dan seirama. Adel  berdiri di dekat jendela memandangi hujan, entah kenapa ia suka hujan, aroma yang dikeluarkannya begitu khas, membawanya kembali kemasa itu. Adel  terlarut dengan lagu yang dinyanyikan opik dan Amanda.
Hujan kau ingatkan aku tentang satu rindu
Dimasa yang lalu, disaat mimpi masih indah bersamamu
Terbayang satu wajah penuh kasih penuh cinta
Terbayang satu wajah penuh dengan ke hampaan
Lagu ini adalah lagu untuk ibu, namun ada beberapa bagian lirik yang ia maknai berbeda, hatinya  yang memaknai itu. Jadi tak perlu heran jika lagu itu masih sering di putar di laptopnya.
Selang beberapa menit, layar laptopnya berkedip-kedip, ada e-mail masuk.
Dari : Alando
Hay bocill!!! Bocil?? Bocah kecil?? Ahh sepertinya kamu udah gak pantes dipanggil itu lagi kehkehkeh..:D, masih ingatkah denganku??
Dari namanya saja , jelas Adel mengenalnya, namun ia tak percaya, benarkah dia? Itu benar dia? Hingga berkali-kali ia membaca usernamenya, takut salah membaca, karna jujur saat ini ia memang sedang memikirkan Al, ia merindukan Al yang telah lama menghilang. Adel masih diam didepan laptop memandangi pesan itu, bahkan jarinya pun enggan untuk menekan huruf-huruf yang ada di keybord nya, ia hanya ingin memastikan itu Al atau bukan.
Dari : Alando
(ia mengirimkan sebuah foto, foto  yang sama seperti yang ia pegang saat ini) *foto mereka berdua.
Adel melihat dan menelusuri foto itu. ‘yahhh sama persis! Ya Allah mungkin kau mendengar do’aku, atau mungkin ini hanya kebetulan? Atau takdir yang mempertemukan kami kembali? Apalah itu, tapi aku sangat senang hari ini. Thanks god for everything.’ Ucapnya dalam hati. Adel cepat-cepat membalasnya.
Adel : Al, it’s you? Right?
Alando : yuupss?? Why, dear?
Adel : oh my god, but I can’t believe.
Alando : L .. aku akan pulang besok, masihkah kamu menungguku?
Adel : really? I’m so happy to hear that, umm.. entahlah.. maybe yes, maybe no.. kapan sampai di Jakarta?
Alando : tidak meyakinkan, aku sampai dijakarta lusa, dan berada di sana selama 2 bulan, luangkan waktumu untukku yah? Karna aku kembali untukkmu.
Adel : ahh yaaa.. okk ;)
Alando : sampai ketemu ya.. bocil. ;* :D kehkehkeh..
Adel : siiip sampai ketemu jelek :P ;)

Dua hari setelah chating, Al tiba di Jakarta, namun Adel tak bisa menjemputnya di bandara, karna hari ini ia ada janji dengan orang redaksi yang akan menerbitkan buku terbarunya.

Adel tiba di kedai coffee, tempat favorit mereka dulu, masih sama dan tak berubah. Ia turun dari boncengan motor kakaknya, kak Faris, seperti biasa kakaknya selalu mendaratkan ciuman di dahi Adel ketika mereka berpisah. Dan Adel membalasnya di pipi. Itu tanda kasih sayang mereka, mereka memang saudara kandung, namun memiliki ibu yang berbeda, ayah Adel dan Faris sudah meninggal 2 tahun yang lalu, hubungan Adel dan kakanya tetap harmonis, kakaknya masih sering mengantar dan menjemput adel kemanapun ia pergi, sesibuk apapun tak ada kata tidak untuk adiknya itu. Mungkin bagi siapapun yang tak kenal mereka, bisa saja berfikir jika adel dan kakaknya adalah pasangan kekasih.
Adel masuk melewati pintu, matanya mencari-cari seseorang, dari sudut Al melambaikan tangan begitu melihat sosok wanita yang ditunggunya sedari tadi.
“heyy Al, udah lama?” sapa adel
“ah enggak, baru kok..”
“hmm gimana perjalananmu, menyenangkan kah?”
Mereka ngobrol, berbagi pengalaman, membahas masa lalu, bertanya tentang kabar teman, dan banyak lagi. Kemistri dari mereka tidak hilang walau sudah berpisah selama 5 tahun. Masih seperti dulu.

Adel selalu menepati janjinya. Bahkan pada diri sendiri. Sebenarnya sungguh dalam hatinya ia masih menunggu Al sampai hari ini. Ia belum bisa.. umm belum mau melepas Al yang sudah mengisi hatinya sejak 7 tahun yang lalu. Mereka berkenalan dan menjadi akarab sejak SMP. Bahkan mereka pernah saling mengikat janji untuk selalu bersama-sama, berbagi suka dan duka bersama. Namun takdir berkata lain Al harus pindah ke amerika saat mereka beranjak SMA dan saat perasaan itu sedang tumbuh lebat diantara keduanya. Sayangnya Adel tak ingin mengambil resiko menanti sesuatu yang tak pasti. Ia memutuskan untuk membatasi hubungan mereka hanya sebagai teman. Walau ia tau Al sangat mencintainya dan walau ia juga tau luka karna kepergian Al tak akan mudah terobati. Selama 5 tahun ini, mereka sempat putus komunikasi, hanya sesekali Al mengirimi Adel surel-surel  yang berisikan tentang kegiatannya, kerinduannya akan tanah air, dan kerinduan hatinya akan Adel. Sampi hari ini pun Adel masih menepati janjinya, janjinya kepada Al untuk meluangkan waktu untuknya.

Al terus memandangi jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir setengah jam ia menunggu adel ditaman. Duduk gelisah dengan bunga edelwais digenggamnya. Sesekali melihat kearah seberang kalau-kalau batang hidung bocah kecil itu tiba-tiba muncul.
Lima belas menit kemudian suara cempreng Adel yang khas menyita perhatian Al dari kerumunan orang-orang di taman.
“Al.. maaf ya aku telat..” teriak adel sambil melambaikan tangan ke arah Al.
Al hanya tersenyum sambil melambaikan tangan, ibu jari dan jari telunjuk membentuk lingkarang, memberikan arti “it’s ok, gak papa udah biasa”.
Di seberang jalan sana Adel terus menerus tengok kanan dan tengok kiri. Ia selalu kesulitan dalam hal menyebrangi jalan raya, walau sudah ada rambu-rambu lalu lintas yang sedikit banyak dapat membantunya. Tak ingin menunggunya terlalu lama, saat lampu merah menyala Al menjemput Adel yang ada di seberang dan akan membawanya ke taman. Hari ini, rencananya Al ingin mengungkapkan isi hatinya untuk yang ke sekian kali. Ia sangat berharap Adel dapat menerimanya kembali, bukan sebagai teman atau sahabat, melainkan sebagai kekasihnya.
Saat Al menyebrangi  jalan menjemput Adel, Adel pun mengikuti beberapa orang yang juga sedang menyebrang. Jalanan terlihat lengan, semua mobil berhenti karena lampu merah sedang menyala, namun tiba-tiba dari arah kiri ada sebuah truk yang mengabaikan lampu lalu lintas.
“Al.. Awas!!! Al..” Adel terus berteriak pada Al.
“Alando.. Awas!!” namun Al seperti tak mendengar Adel.
Dan kecelakaan itu tak terhindarkan lagi.

Dirumah sakit Faris, kakak Adel mondar-mandir di depan ruang UGD. Wajahnya terlihat sangat gelisah, matanya terus berkaca-kaca. Tak berapa lama seorang dokter keluar dari ruangan itu, beliau menghampiri Faris. Tangannya meraih pudah laki-laki setengah baya di depannya.
“maaf,, kami sudah bekerja semaksimal mungkin, namun benturan di kepalanya sangat parah dan pendarahannya tak dapat dihentikan. Kami turut berduka cita.” Faris menutup mukanya dengan kedua tangannya, air matanya tak terbendung lagi.  Dari jauh terlihat tergopoh-gopoh ibunda Adel dan Al menuju ruang UGD. Faris memeluk ibundanya  yang terus menanya kan Adel. Dengan tenang sang kakak menjawab “ Adel sudah tenang di alam sana, ia akan bertemu ayah di surga” ibunda Adel berusaha menahan tangis namun akhirnya tak terbendung juga. Al yang dari tadi hanya terdiam memperhatikan mereka kini berlari ke dalam ruangan dengan tangan di perban memastikan jika Adel benar-benar telah pergi. Ia hanya terisak disamping jasad Adel yang telah terbujur kaku diatas ranjang.

Di pemakaman ibunda Adel tak henti-hentinya menangis. Ia masih belum percaya jika putri sematawayangnya akan pergi secepat itu. Sang kakak terus mendekap ibundanya dan terus menghiburnya.
“harusnya, aku yang ada dibawah sana” sela Al dalam tanngis Ibunda Adel.
“harusnya.. aku yang pergi..” katanya lagi sambil memandangi nama Adel di papan nisan.
“maaf tante, saya tidak bisa menjaga Adel dengan baik, saya malah membuat Adel celaka..” air matanya menetes membasahi pipi.

Saat Adel melihat Al tak mendengar suaranya, Adel berlari kearah Al, ia memeluk Al memutar posisi dan melempar tubuh Al ke Arah pinggir. Dan seketika itu juga truk yang melanggar lalu lintas melibas tubuh Adel, sedangkan Al terlempar ke pinggir, bunga edelwais yang dibawanya pun terlempar jauh. Ketika Al sadar, ia sudah berada di rumah sakit dengan tangan dibalut perban.
“tak usah disesali Al, semua bukan salah mu, namun memang takdir yang membawa Adel pergi” kata ibu Adel sambil menyeka air matanya. Beliau mencoba untuk terlihat tegar walau didalam hatinya sangat sedih dan kehilangan. Ibunda Adel pun memeluk Al.
“Al bisa mampir ke rumah kami sebentar?” Tanya kakak Adel.
Al hanya mengangguk dan mengekor mengikuti kakak dan ibunda Adel. Setelah mengantar ibundanya, kakak Adel membawa Al ke Apartemen Adel. Ia memberikan sebuah kaleng. Kaleng itu berisi origami berbentuk burung-burungan dalam jumlah banyak.
“lo masih mau disini?” Tanya kakak Adel.
Al hanya mengangguk.
 “ok, gue harus balik ke rumah karena masih ada yang harus diurus, nanti kalau pulang titipin aja kuncinya ke resepsionis.”

Al menelusuri semua yang ada di kamar Adel. Koleksi novelnya semakin banyak, selai juga ada beberapa novel karyanya sendiri. Ada beberapa album foto yang ternyata adalah kumpulan foto-foto Adel bersama Al saat SMP dulu. Al merebahkan tubuhnya di sofa, pandangannya tak lepas dari origami burung-burungan itu. Ia mengambil satu membuka lipatannya dan terdapat tulisan tangan yang cantik “aku masih menunggumu, hari ini, esok dan seterusnya”. Beberapa burung lagi dibuka dan memiliki tulisan yang sama. 
--“aku masih menunggumu, hari ini, esok dan seterusnya”.—




Cerpen by:

~R~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Cinta Di Negri Sakura”

I'am Back